Cerpen Dari Mahasiswa : Nasihat Sahabat Dunia

nasehat dunia

Daun itu sudah jatuh ke tanah sebelum angin menerpa, satu per satu gugur dari tangkainya yang kering. Aku menghela napas berat dengan segala keresahan, berusahamenjadi insan yang cukup tenang atas peliknya persoalan. Aku berdiri tegak, mataku
meraba jauh ke depan. Di sana, di ujung langit, aku melihat warna jingga perlahan menyelimuti. Ya, saatnya Surya akan terbenam.

Sedikit demi sedikit tempat ini mulai bercahaya remang-remang. Di antara kesadaran ku, telinga ini mendengar lirih nama yang diucapkan seseorang bersuara berat menyerupai laki-laki paruh baya, “Defran…”, Itu namaku. Spontan aku membalikkan badan ingin tahu siapakah yang memanggil, ternyata seseorang berjubah abu-abu berada tepat di hadapanku, misterius, tiba-tiba mengundang hawa mistis di sekitarku.”Siapa kau? Lalu bagaimana bisa kau tahu namaku?” Ku lontarkan dua pertanyaan sekaligus kepadanya, bersamaan dengan itu bulu kudukku berdiri. Ia tak bergeming sedikitpun, membuatku bertanya untuk kedua kalinya.”Kau siapa? Jawablah aku.” Aku mulai gelisah dengan tatapan nanar, rasa takut ini semakin besar. Tiba-tiba, “Tak perlu takut, aku adalah Sahabat Dunia”. Belum sempat aku berbicara lagi untuk bertanya apa yang Ia maksud, dengan mengulurkan tangan kepadaku Ia berucap kembali, “Ikut aku, sebentar saja”. Tentu aku tak mengiyakan ajakannya, rasa takut masih menguasai diriku. Tanpa izin Ia meraih tanganku sembari berjalan pelan, terpaksa aku mengikuti langkahnya, tanpa perlawanan. Baru ku sadari kemudian, ternyata aku berjalan di atas angin, tiada alas di bawah kakiku, tiada tanah atau pun rumput yang ku injak, pohon di sekelilingku menjadi hilang, tiada tanda-tanda kehidupan. Aku ingat beberapa detik lalu
aku masih berada di bukit yang bersebelahan dengan rumahku, tapi sekarang di mana aku? Apakah ini di dalam mimpiku? Tidak. Aku tadi bahkan masih berdiri tegak menghadap senja. Kacau sudah, berpikir pun tak sanggup apalagi berucap.

“Lihat…”, Belum selesai seribu pertanyaan di pikiranku, Ia menunjuk satu tempat didepan kami. Tempat itu menyerupai globe namun berukuran sangat megah. “Pejamkan matamu”, aku menuruti perintahnya, ku pejamkan mataku perlahan. Sesaat kemudian rasanya aku dibawa terbang, merasakan deru angin kencang menyapu wajahku. Ketika membuka mata aku telah berada di suatu labirin penuh cahaya di atas kepalaku, rupanya inilah bangunan dari globe itu, sedangkan sosok yang mengaku adalah Sahabat Dunia ini masih berada di sampingku.“Manusia biasa hanya hidup tak lebih dari 100 tahun, jika ada pun maka Ia seorang yang beruntung”, Mulailah Ia bercerita.

“Seperti di awal ku jelaskan padamu, aku adalah Sahabat Dunia, aku hidup lebih lama dari manusia-manusia di zamanmu. Jutaan peristiwa telah ku saksikan di dunia ini, kisah kebahagiaan, kesedihan, kebohongan, pahit dan tragis pun jua aku menjadi
saksinya.” Ia melangkahkan kakinya menuju deret labirin ini, aku heran dengan fotofoto yang tertempel di dindingnya. Seperti dapat membaca pikiranku, Ia menjelaskan tanpa harus aku bertanya, “Ini adalah gambar manusia-manusia putus asa, mereka tak kuat dengan kehidupan dunia ini. Dunia ini adalah labirin, berkelok-kelok dengan puluhan ruang yang menyesatkan, ketika kau tak memilih jalan yang lurus bukan dikatakan jalan yang salah, karena sejatinya kau dapat keluar dari labirin apabila kau
menempuh beberapa belokan, meskipun terkadang harus kau temui tembok buntu, kau dapat kembali dan mencoba untuk berjalan lagi, tapi ingatlah, lebih baik kau ratusan kali gagal dan tetap berjalan mencari jalan keluar daripada kau duduk diam menunggu kematian. Begitu pula kehidupan di duniamu, kau pasti memiliki problematika yang menyesakkan, bagai tak ada jalan penyelesaian. Kau tak akan menemui penyelesaian jika hanya melihat satu sudut pandang, lihatlah dari beberapa sisi kehidupan, jangan terjebak oleh satu pemikiran. Sekarang akan ku tunggu kau di luar labirin ini, selesaikan perjalananmu di sini.” Belum sempat aku berucap Ia sudah menghilang dari hadapanku. Badan dan kakiku gemetar hebat, harus ke mana aku? Tapi masih hangat di telingaku nasihat Sahabat Dunia, berjalanlah aku menyusuri ruang demi ruang labirin ini. Oh Tuhan! Sudah berapa kali aku memasuki ruang yang buntu? Aku sudah mulai lelah, keringat mengucur dengan deras, bahkan beberapa jatuh di peilipis mata. Dengan napas terengah-engah aku masih berusaha mencari jalan keluar. Setelah entah berapa lama aku berusaha, di ujung deret labirin seberkas cahaya putih samar-samar, dengan hati senang aku berlari, akhirnya keluarlah aku dari labirin terkutuk itu.

Sahabat Dunia sudah berada dihadapanku kembali, mengulurkan tangan menepuk pundakku yang sedikit naik turun karena napas yang belum stabil, “Kembalilah ke duniamu yang nyata, terapkan nasihatku untuk menyelesaikan perkara
apapun yang kau jumpai, jangan pernah berhenti bergerak di jalan kebaikan”. Kemudian cahaya yang teramat terang menabrak tubuhku, dengan refleks aku menutupi kepalaku dan sedikit menekuk kaki. “Ughhhh….!!!”, Eluhku.

Hah? Aku kembali di bukit, tetapi keadaan sudah mulai gelap, dan tak ada keringat setetes pun di wajahku seperti tadi. Ku intip arloji di tanganku, sudah menunjukkan pukul 18.07, bergegas aku pulang. Sembari berjalan, di pikiranku masih terukir pertanyaan, “Sahabat Dunia?”, gumamku lirih.

Oleh : Desma

By samagahacom

Simple | Sondolop Cloth | Musik | #mengingatlupa | #mahasiswamanis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts